Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sepanjang 2023 defisit, namun nilainya lebih rendah dari target yang telah ditetapkan pemerintah sebelumnya atau realisasi tahun 2022.
JAKARTA (MDN) – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan kinerja APBN sepanjang 2023 mencatatkan defisit Rp347,6 triliun atau setara 1,65 persen dari produk domestik bruto (PDB). Meskipun defisit, angka tersebut lebih rendah dibandingkan dengan target awal APBN 2,84 persen dari PDB dan target Perpres no 75 tahun 2023 sebesar 2,27 persen dari PDB.“APBN 2023, kita desain defisit di Rp598 triliun atau 2,84 persen dari GDP. Kemudian tengah tahun kita revisi agak rendah di Rp479 triliun atau 2,27 persen dari GDP. Ternyata realisasi defisit kita jauh lebih kecil yaitu Rp347,6 triliun atau 1,65 persen dari GDP,” ungkap Menkeu dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (2/1).
Defisit APBN ini mencerminkan pendapatan negara yang lebih rendah dibandingkan dengan pengeluaran pemerintah.
Sedangkan untuk belanja negara pada tahun lalu tercatat Rp3.121,9 triliun. Jumlah belanja negara ini mencapai 102 persen dari target APBN yang sebesar Rp3.061,2 triliun dan 100,2 persen dari target Perpres no 75/2023 yang mencapai Rp3.117,2 triliun.
Pertama Sejak 2012, Keseimbangan Primer Surplus
Meskipun defisit, APBN 2023 mencatat kesembangan primer yakni surplus Rp92,2 triliun. Angka ini lebih rendah dari target pemerintah sebelumnya yakni defisit Rp38,5 triliun. Keseimbangan primer adalah total pendapatan negara dikurangi belanja negara di luar pembayaran bunga utang.
“Ini adalah surplus keseimbangan primer pertama kali sejak tahun 2012,” tambahnya seraya menambahkan, dengan capaian ini kinerja anggaran negara tetap solid dan kredibel.
Sri Mulyani menyebut berbagai tantangan ke depan seperti dinamika perekonomian global, geopolitik hingga anjloknya harga komoditas unggulan tanah air. Namun, ia yakin APBN akan tetap sehat dan dapat mendukung program prioritas nasional.