Menjelang hari pemungutan suara 14 Februari, politisasi bantuan sosial pun makin tak terelakkan. Untuk itu banyak pihak mendesak pemerintah untuk menangguhkan distribusi bansos hingga setelah pemilu usai.
JAKARTA ( DN ) – “Yang kasih bansos dan BLT (bantuan langsung tunai) siapa? (Pak Jokowi!). Yang suka sama Jokowi angkat tangan!! (Yaaa)…”Inilah petikan pernyataan Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan ketika berkampanye di Kendal, Jawa Tengah, awal Januari lalu. Zulhas, demikian panggilan menteri perdagangan itu, berkampanye untuk pasangan calon presiden (capres)/calon wakil presiden (cawapres) nomor urut dua, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.
Meskipun Zulhas, dan kemudian Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana, menegaskan bahwa bantuan sosial (bansos) itu merupakan program afirmasi bagi rakyat miskin, dan tidak ada hubungannya dengan proses pemilu, polemik terlanjur meluas. Terlebih setelah pernyataan Zulhas yang viral itu, muncul pula foto dan video yang menunjukkan bantuan sosial berupa beras ukuran 10 kilogram dengan gambar pasangan Prabowo-Gibran. Bansos rasa pemilihan presiden (pilpres) itu ditemukan di banyak daerah di Jawa Tengah.
Koordinator Kelompok Riset Kemiskinan, Ketimpangan dan Perlindungan Sosial, PR Kependudukan di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) , Yanu Endar Prasetyo, menjelaskan tren kenaikan anggaran perlindungan sosial setiap menjelang pemilihan umum.
Tahun ini saja ada kenaikan sekitar Rp400-an triliun dibanding tahun sebelumnya. Menurutnya tren kenaikan anggaran ini bukan hanya terjadi pada saat Pemilu 2024 ini, tetapi juga pemilu-pemilu sebelumnya.
“Nah, ini (sekarang) semua ada empat bansos yang kemudian digelontorkan hampir bersamaan di akhir Januari atau beberapa minggu menjelang Pemilu. Satu, Program keluarga harapan (PKH). Kedua, bansos 10 kilogram beras yang cadangan pangan pemerintah. Ketiga, Program Indonesia Pintar dan keempat, bansos El Nino. Jadi bukan koinsiden sih, nampaknya ini sebuah desain yang memang menjadikan bansos itu bahan untuk kepentingan politik,” ungkapnya.
Bukan Hal Baru