Sementara itu Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani melihat kebijakan ini sebagai upaya pemerintah untuk menyeimbangkan kebutuhan penerimaan negara dengan kondisi daya beli masyarakat.
Meski begitu, Shinta menilai kejelasan peraturan teknis terkait kebijakan ini masih sangat diperlukan terutama dalam hal definisi dan pengelompokan barang mewah yang akan dikenakan tarif PPN 12 persen.
“Supaya kita berada dalam satu perspektif yang sama. Kejelasan mengenai hal ini sangat penting untuk memastikan implementasi kebijakan dapat dilakukan secara efektif dan adil,” ungkap Shinta melalui pesan singkat kepada VOA.
Shinta juga menekankan perlunya menerapkan prinsip kehati-hatian dalam pengaturan dan pelaksanaan kebijakan tersebut. Hal ini, katanya, penting untuk tidak menimbulkan ketidakpastian di lapangan.
“Jika tidak disosialisasikan dengan baik atau definisinya terlalu luas, hal ini dapat menciptakan kebingungan di lapangan dan menambah kompleksitas administrasi bagi pelaku usaha. Oleh karena itu, dialog terbuka antara pemerintah dan dunia usaha menjadi kunci untuk memastikan kebijakan ini mendukung stabilitas ekonomi, mendorong konsumsi, dan tidak memberikan beban tambahan yang signifikan bagi sektor usaha,” pungkasnya. [Red]#VOA