Titi menjelaskan, pada dasarnya jabatan seorang presiden dan wakil presiden adalah jabatan yang tidak boleh berpihak pada pihak manapun dalam pemilu. Hal tersebut tertera dalam UU Pemilu di pasal 283 ayat 1 yang menyebutkan bahwa pejabat negara, pejabat struktural dan pejabat fungsional serta Aparatur Sipil Negara (ASN) lainnya dilarang mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan pada peserta pemilu sebelum, selama dan sesudah masa kampanye.
“Lalu bagaimana negara menerjemahkan ini? salah satunya kita ambil contoh ASN. Mereka tidak boleh memihak, sampai-sampai berfoto pun dibuat susah. Tidak boleh ada simbol ini, dan itu,” imbuhnya.
Larangan itu, menurut Titi, juga berlaku pada presiden. Ketika seorang presiden ingin diikutsertakan dalam sebuah kampanye di dalam pemilu, menurut Titi, dia harus mengajukan cuti di luar tanggungan negara.
“Kalau dia tidak cuti, kalau merujuk kepada bagaimana kita memproteksi ASN, (berarti) tidak boleh ada gesture, tidak boleh simbol, tidak boleh aneh-aneh. Karena presiden pada saat ini sedang tidak cuti, maka larangan yang berlaku bagi ASN juga berlaku bagi presiden. Jadi kalau mau ada gesture dan segala macam, ini sederhana, maka ya cuti dong. Kira-kita begitu aturannya,” tegas Titi. [Red]#VOA