Seorang petugas polisi berjaga di luar gedung Pengadilan Negeri Jakarta Timur saat persidangan ulama Rizieq Shihab digelar di Jakarta, pada 27 Mei 2021. (Foto: Reuters/Ajeng Dinar Ulfiana)
“Polri harus tegas menolak segala kegiatan yang dapat mencoreng citra netralitas Polri. Jangan sampai ada pemasangan baliho, dikenakan dengan Polri. Jangan samai itu dikaitkan. Kalau dikaitkan susah mengklarifikasi, ini masalah besar bagi Polri ke depan,” ujarnya.
Lebih jauh ia mengingatkan semakin banyaknya benturan kepentingan politik dalam masyarakat, semakin diperlukan kewaspadaan Polri dalam menentukan langkah dan kebijakan. Untuk itu ia meminta Polri memetakan dengan cepat dan mendeteksi potensi adanya upaya pecah belah masyarakat yang dapat memicu konflik sosial.
Benny K. Harman dari Fraksi Partai Demokrat menilai netralitas Polri adalah sebuah utopia. Pasalnya, operasi pengamanan pemilu sering dilihat sebagai agenda untuk memobilisasi Polri demi kepentingan politik pihak tertentu. Jika operasi pengamanan pemilu tidak dilaksanakan dengan transparan, tambahnya, wajar masyarakat risau dengan netralitas Polri dalam pemilu.
“Netralitas polisi dalam pemilu itu adalah sebuah utopia. Itu hanya ideal saja, nyatanya tidak. Tidak bisa kita tutup-tutupi memang ada anggota (Polri) yang kerjanya memasang baliho partai politik tertentu,” tuturnya.
Menurut Benny, kenyataan itu tidak boleh ditutupi. Apalagi masyarakat kini berani bertanya secara terbuka, mengapa Polri tidak melakukan apapun melihat sebagian anggotanya membawa, memasang, dan mengamankan baliho partai politik tertentu. Benny menegaskan netralitas harus diterjemahkan dalam bentuk penegakan hukum.