BMKG: 19% Zona Musim Masuki Musim Kemarau, Operasi Modifikasi Cuaca Dimulai

  • Whatsapp
Seorang pria mendorong sepedanya sambil membawa ember berisi air melintas di depan sawah yang kering akibat kemarau di Lamongan, Jawa Timur, 30 Oktober 2014. (Foto: Juni Kriswanto/AFP Photo)

Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyatakan dari jumlah 699 zona musim, sebanyak 132 (19 persen) di antaranya telah memasuki musim kemarau. Mayoritas wilayah Jawa, Bali dan Nusa Tenggara, yang sudah mengalami 21 hingga 30 hari tanpa hujan. 

Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengatakan prediksi curah hujan dan sifat hujan bulanan menunjukkan bahwa kondisi kekeringan selama musim kemarau akan mendominasi mulai Juni hingga September 2024. Upaya mitigasi kekeringan perlu dilakukan untuk daerah-daerah yang berpotensi mengalami curah hujan bulanan sangat rendah di bawah 50 milimiter per bulan.“Daerah tersebut meliputi sebagian Lampung, Pulau Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur, serta sebagian Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara,” kata Dwikorita Karnawati dalam konferensi pers, Selasa (28/5).

Bacaan Lainnya

BMKG mengimbau pemerintah daerah dan masyarakat untuk mengantisipasi dampak musim kemarau yaitu kekeringan dan kebakaran hutan dan lahan.

Memperhatikan dinamika atmosfer jangka pendek terkini, masih terdapat jendela waktu yang sangat singkat sebelum memasuki periode pertengahan musim kemarau untuk potensi pertumbuhan awan di beberapa tempat yang dapat diturunkan menjadi hujan melalui teknologi modifikasi cuaca.

“Jadi BMKG merekomendasikan perlunya penerapan modifikasi cuaca untuk pengisian waduk -waduk di daerah yang berpotensi mengalami kondisi kering saat musim kemarau, serta membasahi dan menaikkan muka air tanah pada daerah yang rawan mengalami kebakaran lahan dan hutan atau pun pada lahan gambut,” tambah Dwikorita.

Sementara untuk wilayah yang masih mengalami hujan atau berada dalam transisi dari musim hujan ke musim kemarau dapat melakukan upaya memanen air hujan yang ditampung di tandon-tandon, embung dan sumur resapan. Sektor pertanian juga perlu memperhatikan pola tanam menyesuaikan kondisi iklim.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *