Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyatakan dari jumlah 699 zona musim, sebanyak 132 (19 persen) di antaranya telah memasuki musim kemarau. Mayoritas wilayah Jawa, Bali dan Nusa Tenggara, yang sudah mengalami 21 hingga 30 hari tanpa hujan.
PALU | DN – Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengatakan prediksi curah hujan dan sifat hujan bulanan menunjukkan bahwa kondisi kekeringan selama musim kemarau akan mendominasi mulai Juni hingga September 2024. Upaya mitigasi kekeringan perlu dilakukan untuk daerah-daerah yang berpotensi mengalami curah hujan bulanan sangat rendah di bawah 50 milimiter per bulan.“Daerah tersebut meliputi sebagian Lampung, Pulau Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur, serta sebagian Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara,” kata Dwikorita Karnawati dalam konferensi pers, Selasa (28/5).
BMKG mengimbau pemerintah daerah dan masyarakat untuk mengantisipasi dampak musim kemarau yaitu kekeringan dan kebakaran hutan dan lahan.
“Jadi BMKG merekomendasikan perlunya penerapan modifikasi cuaca untuk pengisian waduk -waduk di daerah yang berpotensi mengalami kondisi kering saat musim kemarau, serta membasahi dan menaikkan muka air tanah pada daerah yang rawan mengalami kebakaran lahan dan hutan atau pun pada lahan gambut,” tambah Dwikorita.
Sementara untuk wilayah yang masih mengalami hujan atau berada dalam transisi dari musim hujan ke musim kemarau dapat melakukan upaya memanen air hujan yang ditampung di tandon-tandon, embung dan sumur resapan. Sektor pertanian juga perlu memperhatikan pola tanam menyesuaikan kondisi iklim.