Kekerasan di Papua: Akhir Tahun Kelam, Awal Tahun Muram

  • Whatsapp
Seorang pemuda Papua (kanan) dalam pakaian tradisional, yang wajahnya dicat dengan warna Bendera Bintang Kejora yang dilarang pemerintah, saat demonstrasi menuntut referendum kemerdekaan provinsi Papua di Yogyakarta, 1 Desember 2023. (Foto: DEVI RAHMAN/AFP)

Kekerasan sepertinya masih menjadi semacam takdir bagi Papua. Janji pemerintah pusat untuk perdamaian di wilayah paling timur di Indonesia itu belum juga terwujud. Sementara peristiwa berdarah silih berganti terjadi.

( MDN ) – Beberapa hari sebelum pergantian tahun, kekerasan kembali kembali mewarnai Provinsi Papua. Kali ini, kerusuhan meletus pada Kamis (28/12), bersamaan dengan proses pemakaman mantan Gubernur Papua Lukas Enembe yang meninggal pada 26 Desember 2023. Setidaknya 14 orang dilaporkan terluka dalam aksi kerusuhan itu.

Bacaan Lainnya

Merespons insiden tersebut, aktivis HAM Mathius Murib mengakui figur Enembe sebagai big man sekaligus seorang tokoh adat yang dicintai rakyat Papua, memiliki tempat tersendiri di hati warga Papua terlepas dari kasus korupsi yang melilitnya.

Menjabat sebagai Gubernur Papua selama dua periode, Enembe menjadi simpul perbedaan pendapat antara Jakarta dan Papua. Perbedaan ini juga menjadi representasi dari akar konflik dan kekerasan yang tidak juga bisa diselesaikan di provinsi tersebut.

“Saya sangat terkesan dan saya pribadi merasa beliau orang yang baik, orang yang jujur, orang yang ngomong apa adanya,” kata Murib kepada VOA.

Aparat Kepolisian dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengawal Gubernur Papua Lukas Enembe (tengah) untuk pemeriksaan kesehatan di RSPAD Jakarta pada 10 Januari 2023: (Foto: JENAYA/AFP)
Aparat Kepolisian dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengawal Gubernur Papua Lukas Enembe (tengah) untuk pemeriksaan kesehatan di RSPAD Jakarta pada 10 Januari 2023: (Foto: JENAYA/AFP)

“Kalau masyarakatnya berpikir A, dia tidak bisa bicara B. Dia bicara apa adanya. Walaupun dia dalam kapasitas sebagai pemerintah sebaiknya mewakili keinginan pemerintah pusat, tapi kesan saya dia lebih pro kepada rakyat Papua,” tambah dia.

Diakhiri dan Diawali Kekerasan

Selama 10 tahun menjadi gubernur Papua, Enembe memang tidak mampu menghadirkan perdamaian sejati di provinsi tersebut. Namun, kondisi itu dianggap sebagai akibat dari sikap kerasnya, yang kerap berseberangan dengan pemerintah pusat. Misalnya, terkait Undang-undang Otsus Papua dan pemekaran wilayah. Dua isu itu menjadi salah satu sumber konflik, yang kadang berujung hilangnya nyawa rakyat Papua.

“Dia lebih pro kepada rakyat Papua dan karenanya hampir semua rakyat Papua, di pesisir, di pegunungan, merasa sangat kehilangan, karena beliau sifatnya merangkul, merespon dan ikut mengadvokasi masalah-masalah di Papua, termasuk masalah HAM,” tambah Murib.

Aksi pembakaran di sejumlah titik setelah jenazah Enembe dimakamkan, menjadi kado akhir tahun bagi Papua yang menambah panjang daftar kekerasan di wilayah itu.

Papua seperti mengakhiri 2023 dengan kekerasan, dan mengawali tahun baru juga dengan situasi yang serupa.

Kado kekerasan berdarah di Papua tidak selesai di 2023. Hari pertama tahun ini, tepatnya 1 Januari 2024, seorang warga, Daud Bano, ditemukan meninggal di Kampung Karya Bumi, Distrik Nablong, Kabupaten Jayapura. Daud tewas setelah bertikai dengan salah satu anggota TNI di hari pertama tahun 2024. Kematian Daud juga diikuti aksi kekerasan balasan, yang menyebabkan hampir 1.000 orang di kampung Karya Bumi mengungsi.

“Ada tiga tempat atau titik pengungsian, yang berada di Kampung Karya Bumi Besum dengan jumlah total sebanyak 928 warga,” kata Kapolres Jayapura, AKBP Fredrickus W.A Maclarimboen, S.IK., dalam rilis resmi kepolisian.

Buntut terbunuhnya Daud, polisi juga mencatat satu kantor balai kampung dibakar, 21 unit rumah dirusak dan dijarah, delapan unit rumah dibakar, satu unit sepeda motor dibakar, 22 unit mobil dirusak dan 41 unit sepeda motor mengalami kerusakan.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *