Menurut Firdaus, lembaganya bersama sejumlah organisasi masyarakat sipil lainnya saat ini sedang berdiskusi untuk melakukan judicial review atau peninjauan kembali terhadap UU Minerba yang baru ini terutama terkait keberadaan ormas dan UMKM yang diberikan konsesi tambang.
Ismail Rumadhan dari Pusat Riset Hukum Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyoroti betapa cepatnya pembahasan dan pengesahan revisi UU Minerba sehingga muncul kecurigaan mengenai target yang ingin dicapai.
“Ini bagian dari mungkin kompensasi politik bagi perusahaan-perusahaan pemilik tambang karena ada beberapa pasal yang sesungguhnya lebih memprioritaskan kepada pengusaha-pengusaha tambang, bagaimana dengan mudah mendapatkan izin. Ada beberapa ketentuan yang sebenarnya kemudahan mendapatkan izin itu sangat mudah dan diberikan prioritas,” ujarnya.
Ismail pun mempertanyakan kriteria prioritas pemberian IUP kepada ormas keagamaan, koperasi, dan UMKM. Sebab, katanya, ketiga entitas ini memiliki keterbatasan dana dan tidak mempunyai kualifikasi, sehingga IUP tersebut ujung-ujungnya akan dikuasai oleh korporasi-korporasi besar.
Selain itu, menurutnya, izin yang diberikan kepada ormas keagamaan, koperasi UMKM ditujukan pada wilayah bekas tambang yang telah selesai dikelola oleh perusahaan tambang. Akibatnya, kata Ismail, entitas-entitas tersebut terpaksa bertanggung jawab atas upaya rekalamasi yang sebetulnya menjadi tanggungjawab perusahaan tambang yang dulu mengelolanya. [Red]#VOA