Akhirnya, Sutrisno membuat surat permohonan maaf dan mengunggah video klarifikasi. Video sebelumnya? Ditakedown. Rupanya, keberanian digital punya tombol “hapus”.
Namun pertanyaannya: apakah cukup dengan permintaan maaf dan video klarifikasi? Atau kita sedang menyaksikan episode baru dari serial “Pejabat Bicara, Publik Terpana”?
Media Destara Group mengingatkan bahwa kepala desa adalah ujung tombak pelayanan publik, bukan ujung pentungan. Pernyataan yang mengarah pada kekerasan dan pengabaian hukum tidak hanya mencoreng institusi pemerintahan desa, tetapi juga mengancam tatanan demokrasi yang telah dibangun dengan susah payah—dan dengan banyak kopi.
Kami berharap, ke depan, pejabat publik lebih bijak dalam bermedia sosial. Jika ingin viral, mungkin bisa dengan konten edukatif, bukan ajakan gebuk wartawan. Karena dalam negara hukum, yang viral belum tentu legal.