Pernyataan ini sontak menuai reaksi keras dari berbagai kalangan. Praktisi hukum, pegiat kebebasan pers, dan bahkan tukang fotokopi di depan kantor kecamatan pun sepakat: ini bukan edukasi, ini provokasi.
Secara hukum, tindakan menghalangi kerja jurnalistik bisa dikenai sanksi pidana. Tapi mungkin Sutrisno sedang mencoba menciptakan “jurisprudensi TikTok” versi desa, di mana hukum bisa dinegosiasikan lewat caption dan filter.
Merespons polemik tersebut, Ketua Umum Persatuan Jurnalis Indonesia (PJI), Hartanto Boechori, melayangkan somasi kepada Bupati Nganjuk. Tak lama kemudian, Bupati mengumpulkan 52 kepala desa dalam rapat darurat. Organisasi lain yang hadir? Maaf, kursi sudah penuh. Demokrasi memang kadang harus antre.
Ketua PJI Nganjuk, Bung Impi, menyampaikan pesan tegas: “Api yang dikobarkan harus dipadamkan.” Sebuah kalimat yang terdengar seperti tagline film laga, tapi kali ini ditujukan untuk konten TikTok.