Pada masa itu, keduanya bertemu dengan Encep Nurjaman yang juga dikenal sebagai Hambali dari Indonesia, tersangka perencana utama serangan bom Bali 2002 itu. Kasus mereka dipisahkan pada tahun 2023 dari Hambali, yang pengacaranya mengatakan bahwa kliennya tidak mengharapkan kesepakatan serupa.
Kraehe juga berbicara tentang bagaimana Mohammed bin Lep dan Mohammed bin Amin membuat pernyataan pada hari Kamis bahwa perasaan mereka telah berubah selama lebih dari 20 tahun dalam tahanan – pertama di Thailand setelah penangkapan mereka pada tahun 2003, kemudian di situs rahasia CIA sebelum tiba di pangkalan di Kuba pada tahun 2006.
Menanggapi klaim terdakwa bahwa mereka disiksa dalam kebijakan Rendition, Detention and Interrogation (RDI) pemerintah Amerika, Kraehe mengatakan bahwa itu terjadi bertahun-tahun yang lalu. Jaksa mengatakan mereka telah diperlakukan dengan manusiawi di Teluk Guantanamo, dan mengingatkan anggota panel bahwa tugas mereka bukanlah untuk menilai kebijakan tersebut.
RDI adalah program yang sangat rahasia yang dikembangkan oleh badan intelijen Amerika CIA pasca serangan bom 11 September 2011 di New York yang menggunakan cara penculikan, penahanan rahasia, dan penyiksaan pada teroris yang dicurigai.
“Tugas kami adalah memberikan keadilan kepada para korban,” katanya. “Terdakwa bukanlah korban dalam hal ini.” Ketua tim jaksa melanjutkan dengan mengatakan bahwa Mohammed bin Amin dan Mohammed bin Lep tidak menunjukkan belas kasihan kepada korban mereka dan “tidak pantas mendapat belas kasihan.”
Berbicara atas nama keluarga korban yang telah datang ke Kuba untuk memberikan kesaksian bagi orang-orang yang mereka cintai, ia mengatakan “mereka datang ke sini untuk mencari keadilan. Setelah bertahun-tahun, mereka masih percaya pada keadilan.”
Ia juga mengajukan permohonan kepada panel yang beranggotakan satu perempuan dan empat pria mewakili Angkatan Darat, Angkatan Laut, Angkatan Udara, dan Marinir AS.
Christine Funk, pengacara utama untuk Mohammed bin Amin, mengatakan hal terburuk yang pernah dilakukan kilennya adalah menerima uang pada Desember 2002 – dua bulan setelah serangan pada 12 Oktober – untuk menyembunyikan para sekongkol. Persekongkolan itu membuka pengakuan pembunuhan dan empat tuduhan lainnya.
“Anda jadi bertanggung jawab atas tindakan semua orang,” katanya.
Funk mengakui penderitaan korban sambil membela kasus Mohammed bin Amin.
“Karena kami percaya bahwa selain ada penderitaan korban, ada juga hak terdakwa,” katanya kepada panel.
Funk, yang mengenakan kerudung di pengadilan sebagai penghormatan kepada kliennya yang Muslim, membahas penyiksaan yang dia sebut dialami Mohammed bin Amin setelah penangkapannya di Thailand dan selama waktunya di situs rahasia CIA. Dia menggunakan beberapa sketsa yang diajukan pada hari Kamis untuk menunjukkan penyiksaan, termasuk waterboarding, atau metode penyiksaan tahanan yang memasukkan air secara paksa ke mulut dan hidung tahanan untuk menimbulkan sensasi seolah-olah mereka tenggelam.
Dia juga merilis rincian dari laporan ahli Hawthorne Smith, yang telah bekerja dengan korban penyiksaan dan pelanggaran hak asasi manusia selama hampir tiga dekade. Dia menemukan bahwa Mohammed bin Amin menderita gangguan mental yang kompleks pasca kejadian traumatis seperti pertempuran, kekerasan dan sejenisnya atau Post Traumatic Stress Disorder (PTSD).