Menurut Irman Gumilang Lanti, klaim pihak BRICS bahwa platform baru itu menjadi suara bagi negara-negara global South patut ditelaah lagi karena tidak memberi keuntungan ekonomi yang signifikan, kecuali kerja sama dengan China atau Rusia.
Menjadi anggota melalui BRICS di tengah situasi persaingan global yang panas, tidak tepat. Apalagi pada saat bersamaan, Amerika akan kembali dipimpin Donald Trump yang cenderung mengutamakan kepentingan internal Amerika Serikat, tambahnya.
Brazil sebagai ketua BRICS tahun ini pada Senin (6/1) mengumumkan keberadaan Indonesia sebagai anggota kesepuluh, atau yang terbaru dalam organisasi ekonomi multinasional itu, setelah Brazil, Rusia, India, China, Afrika Selatan, Mesir, Ethiopia, Iran, dan Uni Emirat Arab.
Meskipun BRICS merupakan blok negara-negara non-Barat yang sifatnya lentur, ekspansi kelompok ini sejak tahun lalu telah ikut membawa implikasi geopolitik. Sepuluh negara anggota BRICS saat ini mencakup lebih seperempat ekonomi global dan hampir separuh populasi dunia. Walhasil pandangan-pandangan yang disampaikan BRICS akan ikut didengar, karena memberi alternatif perspektif baru selain yang selama ini didominasi Barat.
BRICS berdiri sejak 2009, mulanya disebut BRIC dengan anggota Brazil, Rusia, India, China. Pada 2010, Afrika Selatan diajak masuk oleh China dan nama mereka berubah menjadi BRICS. [Red]#VOA