Lebih lanjut, warga juga menyoroti rangkap jabatan yang terjadi di tubuh Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A). Salah satu ketua P3A disebut juga menjabat sebagai pengurus PISEW, memicu dugaan praktik monopoli kegiatan pembangunan infrastruktur pertanian.
Praktik yang diduga tidak inklusif ini menimbulkan sejumlah dampak nyata di lapangan:
- Distribusi program tidak merata: P3A yang tidak terafiliasi dengan kelompok tertentu tidak mendapat akses terhadap kegiatan pembangunan.
- Infrastruktur pertanian terbengkalai: Saluran irigasi rusak dan jalan tani becek tak kunjung diperbaiki.
- Kepercayaan publik menurun: Warga mulai apatis terhadap program pemerintah yang dianggap sarat kepentingan politik.
- Potensi konflik horizontal: Kecemburuan antar kelompok petani meningkat dan berisiko memicu gesekan sosial.
“Air irigasi itu milik bersama, tapi yang dibangun hanya untuk kelompok tertentu. Sawah kami kekeringan, hasil panen pun turun,” keluh seorang petani.
Beberapa warga bahkan memilih meninggalkan lahan garapan karena merasa tidak lagi mendapat perhatian dari program pemerintah. Sebagian lainnya terpaksa berutang demi membeli pupuk, lantaran saluran air tak kunjung diperbaiki.