“Selama tidak dimaksudkan sebagai simbol negara baru, maka tidak melanggar hukum. Ini adalah kritik sosial, bukan tindakan makar,” ujar Aan kepada Media .
Ia menambahkan bahwa kemunculan simbol tersebut mencerminkan kekecewaan masyarakat terhadap kondisi negara, terutama terkait isu-isu seperti pemblokiran rekening warga, pengambilalihan aset, dan pemberian amnesti kepada tokoh politik.
Aan juga mengingatkan bahwa DPR RI seharusnya tidak serta-merta memvonis rakyat yang menyuarakan aspirasi melalui simbol-simbol alternatif, melainkan melakukan klarifikasi dan dialog terbuka.
“Jika rakyat bergerak sendiri, itu pertanda fungsi representasi tidak berjalan. Aspirasi seperti ini seharusnya didalami, bukan disalahkan,” pungkasnya. [J2]