Dikatakan oleh Kombes Pol Abast peran para tersangka bervariasi, mulai dari memprovokasi massa, membawa bom molotov, senjata tajam, menyerang aparat, hingga merusak 29 pos lantas di Surabaya.
“Seluruh rangkaian peristiwa ini adalah tindak pidana murni. Mereka bukan bagian dari massa aksi damai, melainkan perusuh yang melakukan vandalisme dengan dalih unjuk rasa,” tegas Kombes Pol Abast.
Penyidik juga menemukan fakta bahwa massa perusuh menggunakan grup WhatsApp sebagai sarana koordinasi.
Mereka berkumpul di sebuah warung kopi dengan jumlah mencapai 70 orang, terdiri atas warga Surabaya dan luar kota.
“Kami temukan adanya ajakan melalui WhatsApp. Massa ini bukan demonstran, tetapi perusuh yang berniat menimbulkan kekacauan,” jelas Kombes Pol Abast.