PBNU akan menyerahkan kepada lembaga NU yang menjadi tempat bernaung masing-masing kader yang berkunjung ke Israel untuk menjatuhkan sanksi masing-masing. Menurutnya PBNU punya aturan yang jelas jika ada kader yang melanggar aturan. Dia mengatakan kelima kadernya yang berkunjung ke Israel itu patut diduga telah melanggar aturan mengenai keharusan engagement atau relasi internasional harus melalui PBNU.
“NU secara kelembagaan terutama, ini juga kami serukan kepada seluruh kader terutama dan warga NU, bahwa kita tidak akan melakukan hubungan apapun dengan pihak manapun terkait Israel dan Palestina kecuali untuk tujuan-tujuan membantu rakyat Palestina,” ujarnya.
NU Karikatural?
Pengajar Hubungan Internasional di Universitas Padjadjaran Teuku Rezasyah menjelaskan NU adalah organisasi keagamaan Islam yang moderat dan terdiri dari beberapa kluster, yakni NU spiritual, NU struktural, dan NU sosial.
Menurutnya, lima tokoh muda NU yang berangkat ke Israel adalah NU karikatural, yakni hanya mencari sensasi biar terkenal tanpa memahami konsekuensi dari perbuatan mereka tersebut terhadap umat Islam di Indonesia.
“(Pikiran mereka adalah) bagaimana caranya mengambil manfaat dari marwah NU yang dia punya. Kalau perlu, yah slonong-slonong aja. Mereka yang pikirannya keuntungan sesaat,” tuturnya.
Rezasyah berharap PBNU memberikan sanksi tegas kepada kelima cendekiawan Nahdliyin itu sehingga tidak dipermainkan oleh tokoh-tokoh NU karikatural yang hanya mementingkan keuntungan jangka pendek, namun tidak memikirkan NU di masa depan. Kunjungan itu dinilai tidak tepat karena dilakukan saat Israel sedang melancarkan agresi besar-besaran lewat darat dan udara yang telah menewaskan lebih dari 38.500 warga Palestina di Jalur Gaza.
Apresiasi
Aktivis pro-Israel sekaligus pendiri Yayasan Hadassah of Indonesia Monique Rijkers mengaku senang dengan adanya inisiatif dan keinginan untuk mengetahui kondisi di Israel. Karena itu, dia mengapresiasi kunjungan lima cendekiawan NU ke Israel dan menilai hal itu sebagai langkah yang bagus.
Terkait penilaian lawatan mereka tidak etis karena ada agresi Israel ke Jalur Gaza sejak awal Oktober tahun lalu, dia menegaskan orang Indonesia juga perlu mendengar dari sisi Israel. Sebab dalam sebuah peristiwa selalu ada dua sisi. Menurut Monique, mungkin orang Indonesia hanya tahu ada perang di Gaza tapi apa penyebabnya kurang terekspose di Indonesia.
Dia menambahkan dalam situasi perang justru yang harus banyak dibangun adalah jembatan bukan tembok penghalang. Dia menyebutkan jembatan yang dimaksud adalah sarana untuk saling mengenal dan mengetahui kondisi yang terjadi sebenarnya.