Michael Shermer dalam buku Why People Believe Weird Things menguraikan bahwa banyak kepercayaan terhadap ESP berakar pada pola pikir manusia yang secara alami mencari makna di tengah kebetulan, mengalami bias konfirmasi, dan mengabaikan fakta yang bertentangan dengan keyakinannya.
ESP dalam Pandangan Biomedis
Para ilmuwan mencoba melihat fenomena yang menyerupai ESP melalui mekanisme biologis dan psikologis.
Beberapa kunci utama dalam memahami konsep biomedis ESP antara lain adalah:
•Intuisi Neurologis: Otak manusia mampu melakukan pengolahan informasi bawah sadar yang sangat cepat, menciptakan kesan “tahu tanpa tahu bagaimana.” Ini adalah hasil dari pengalaman hidup yang tersimpan sebagai pola-pola memori tak sadar.
•Sistem Limbik: Amigdala sebagai pusat pengolahan emosi bertugas mendeteksi sinyal sosial atau bahaya sebelum informasi tersebut diproses secara sadar oleh korteks prefrontal.
•Default Mode Network (DMN): DMN aktif saat kita bermimpi, melamun, atau memproses kenangan. Aktivitas DMN diyakini berperan dalam menciptakan pengalaman yang dianggap supranatural.
Melalui pendekatan biopsikomedik ini, pengalaman seperti “merasakan akan terjadi sesuatu” atau “menebak pikiran orang lain” lebih dipahami sebagai kerja kompleks sistem syaraf dan emosi daripada bukti adanya kekuatan indra keenam.
Menggali dengan Kearifan Lokal
Masyarakat Jawa sering disuguhi dengan fenomena linuwih atau kelebihan semacam ESP. Namun demikian tidak serta-merta diterima secara absolut, tetapi selalu dipertimbangkan dalam bingkai eling lan waspada, suatu kesadaran dan kewaspadaan. Serat Wedhatama karya KGPAA Mangkunegara IV mengajarkan bahwa manusia sejati tidak mengejar kelebihan duniawi, tetapi lebih berupaya membersihkan batin dan mendekatkan diri kepada Yang Maha Esa.