Masyarakat Indonesia pada umumnya menyambut dengan antusias peluncuran program cek kesehatan gratis (CKG) baru-baru ini. Namun sejumlah pihak menilai, ada sejumlah tantangan yang belum diantisipasi pemerintah dengan baik.
JAKARTA | DN – Pengamat kebijakan publik Trubus Rahadiansyah menilai kebijakan CKG sebenarnya sangat komprehensifPasalnya program yang diluncurkanmulai 10 Februari itu menyasar beberapa kategori umur, termasuk bayi yang baru lahir, balita, anak sekolah, orang dewasa dan lansia. Prinsipnya, program ini memungkinkan setiap warga negara Indonesia memeriksakan kesehatan fisik secara gratis di fasilitas-fasilitas kesehatan pada saat mereka berulang tahun.“Jadi dengan semua kategori, itu menunjukkan bahwa perhatian Pak Prabowo (Subianto) mengarah kepada pemberdayaan SDM yang optimal untuk investasi di masa mendatang,” ungkap Trubus ketika berbincang dengan VOA.
Namun, Trubus mempertanyakan bagaimana kelanjutan dari program ini ketika masyarakat sudah melakukan pemeriksaan dan kemudian dideteksi mengidap suatu penyakit. Masyarakat, katanya, tentuingin pengobatan mereka juga bisa ditanggung dan difasilitasi sepenuhnya oleh pemerintah.
“Publik menuntut sebuah kebijakan yang paripurna, maksudnya mulai dari pemeriksaan sampai ke pengobatan. Masyarakat itu mintanya tidak hanya pemeriksaan saja, kalau ini kan hanya pemeriksaan saja, setelah itu apa? Kan belum ada. Artinya harus ada tindak lanjut, yaitu pengobatan,” jelasnya.
Kemudian yang juga menjadi pertanyaan, kata Trubus, adalah jika memang pemerintah mengarahkan pengobatan masyarakat untuk ditanggung oleh BPJS Kesehatan, akankah BPJS Kesehatan dapat melayani pengobatan dan perawatan masyarakat dengan baik. Pasalnya, seperti diketahui, BPJS Kesehatan memiliki berbagai masalah seperti defisit yang mencapai Rp20 triliun.
“Kapasitas BPJS untuk pelayanan publik masih terbatas. BPJS menghadapi masalah internal salah satunya keterbatasan anggaran, tahun ini saja sudah defisit Rp20 triliun. Jadi bagaimana BPJS kemudian akan siap menanggung semuanya? Apalagi kalau masyarakat yang melakukan cek kesehatan gratis lalu terdeteksi penyakit adalah masyarakat yang berpenghasilan rendah. Ini siapa yang menanggung biaya,” jelasnya.
Tantangan program ini juga semakin besar dengan masih terbatasnya jumlah fasilitas kesehatan dan tenaga medis, terutama di wilayah 3 T (tertinggal, terdepan dan terluar). Selain itu, pemerintah juga berhadapan dengan kultur masyarakat yang masih belum menyadari pentingnya cek kesehatan sebelum terkena penyakit. Masyarakat umumnya baru akan berobat ketika mereka sudah terkena sebuah penyakit.
“Kultur masyarakat untuk patuh melakukan cek kesehatan belum tinggi. Misalnya saja masyarakat Baduy. Jadi hal-hal ini belum diantisipasi dalam program cek kesehatan gratis. Hanya semacam testing the water yang animonya sangat tinggi tetapi pemerintah sendiri tidak menyiapkan peraturan teknis, petunjuk teknis, dan petunjuk pelaksanaannya seperti apa. Itu seharusnya sudah ada , dan disosialisasikan sebelum program ini launching,” katanya.