Membedah Pemikiran Brilian Irjen Dedi Prasetyo Tentang Implementasi Keadilan Restoratif

  • Whatsapp

Bahkan, kata Alpi, Mahkamah Konstitusi (MK) sendiri yang menguji undang-undang dengan konstitusi lebih bersandar pada ajaran formile wederrechtelijkheid. Hal ini dapat dilihat dari beberapa putusan Mahkamah Konstitusi yang memaknai frasa “melawan hukum” dalam undang-undang.

Materile wederrechtelijkheid dalam fungsinya yang negative, berarti meskipun perbuatan memenuhi unsur delik tetapi tidak bertentangan dengan rasa keadilan masyarakat maka perbuatan tersebut tidak dipidana.

Bacaan Lainnya

Sedangkan materile wederrechtelijkheid dalam fungsinya yang positif mengandung arti bahwa meskipun perbuatan tersebut tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan, namun jika perbuatan tersebut dianggap tercela karena tidak sesuai dengan rasa keadilan atau norma-norma kehidupan sosial dalam masyarakat, maka perbuatan tersebut dapat dipidana.

“Dapat disimpulkan bahwa materile wederrechtelijkheid dalam fungsinya yang negatif merupakan alasan pembenar, sementara materile wederrechtelijkheid dalam fungsinya yang positif pada dasarnya bertentangan dengan asas legalitas Crote rechtsongelijkheid is immers daarvan te vrezen: de ene rechter zal al seen behoorlijk doel en juiste meiddelen aanvaarden, wat de andere verwerpt (Dikhawatirkan timbul ketidaksamaan hukum yang besar; karena hakim yang satu menerima sebagai alasan pembenar, sementara hakim yang lain menolak)”. jelasnya.

Alpi mengungkapkan, materile wederrechtelijkheid dalam fungsinya yang negatif tergambar dalam pemikiran progresif implementatif Irjen Pol Dedi Prasetyo yang tertuang dalam buku berjudul “Keadilan Restoratife Strategi Transformasi Menuju Polri Presisi”.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *