Mayoritas Parpol Tak Capai Kuota Keterwakilan Perempuan Minimal 30%

  • Whatsapp

Tujuh belas parpol lainnya tidak mencapai kuota minimum calon perempuan sesuai syarat seperti yang dipenuhi oleh PKS.

Hadar mencontohkan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), sebagai partai dengan DCT yang tidak memenuhi kuota 30 perempuan terbanyak, yakni di 29 daerah pemilihan. Disusul oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (26 daerah pemilihan), Partai Demokrat (24 daerah pemilihan), Partai Golongan Karya dan Partai Gerakan Indonesia Raya (22 daerah pemilihan).

Bacaan Lainnya

Ini jelas bentuk pelanggaran yang sangat nyata dan sangat serius, tegas Hadar. Bahkan sejak afirmasi tentang aturan keterwakilan perempuan minimal 30 persen disepakati, belum pernah ada kejadian seburuk ini. Ia yakin pelanggaran serupa juga terjadi dalam DCT pemilihan anggota DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota.

Menurutnya hal itu terjadi karena penyelenggara pemilu menoleransi pelanggaran yang dilakukan 17 partai tersebut terkait aturan minimum 30 persen keterwakilan perempuan di semua daerah pemilihan. Hal ini berpotensi mengakibatkan kualitas pemilu di Indonesia semakin hancur.

Implikasi ke depan

Pengajar Pemilu di Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, Titi Anggraini, mengatakan KPU seharusnya tidak menerima partai politik yang mengajukan DCT dengan keterwakilan perempuan kurang dari 30 persen di semua daerah pemilihan. Terlebih karena Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) dalam keputusan terakhir menyatakan kebijakan keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen di tiap daerah pemilihan adalah agenda demokrasi yang harus dijaga dan ditegakkan bersama.

Sejumlah politisi perempuan mengikuti Sidang Paripurna DPR yang secara resmi memilih politisi perempuan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Puan Maharani menjadi Ketua Dewan Perwakilan Rakyat periode 2019-2024. (Foto: Fathiyah Wardah)

Implikasi dari pelanggaran aturan keterwakilan perempuan ini, menurut Titi, berarti KPU tidak menjaga dan menegakkan agenda demokrasi negara. Hal ini juga jelas-jelas merupakan bentuk pelanggaran administratif pemilu, yang meliputi pelanggaran terhadap tata cara, prosedur, atau mekanisme yang berkaitan dengan administrasi pelaksanaan pemilu dalam setiap tahapan penyelenggaraan pemilu.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *