Ketika Negara di Ambang Krisis – Ekonomi, Politik, dan Pertarungan Kekuasaan 2026

  • Whatsapp
Dr. Abid Muhtarom, Dekan fakultas FEB UNISLA Lamongan

Rupiah di angka Rp18.000 per dolar bukan lagi spekulasi. Ini adalah sinyal rapuhnya fundamental ekonomi kita. Ketergantungan pada impor, defisit transaksi berjalan, dan capital outflow akan menggerus nilai tukar. Kenaikan dolar akan menghantam harga-harga domestik, memperbesar utang luar negeri, dan memicu krisis neraca pembayaran.

Namun yang lebih berbahaya adalah situasi politik yang tidak stabil. Di saat krisis ekonomi memuncak, Presiden Prabowo Subianto dan Presiden Joko Widodo berada di persimpangan jalan kekuasaan. Transisi yang tidak tuntas, tarik-menarik kepentingan, dan dualisme loyalitas elite memperlemah ketegasan negara. Di balik layar, konflik laten antara kekuatan TNI dan Polri, yang selama ini ditekan dalam stabilitas semu, bisa mencuat ke permukaan.

Bacaan Lainnya

Tak hanya itu, kekuatan besar seperti Pertamina, yang menguasai hajat hidup orang banyak, juga rentan diseret dalam pertarungan kepentingan. Bahkan kekuatan oligarki ekonomi—yang dikenal sebagai “9 Naga”—mulai memainkan peran. Mereka bukan hanya pemilik modal, tetapi juga pengendali narasi, jaringan politik, dan bahkan institusi hukum. Jika para naga ini pecah kongsi, maka ekonomi bisa dijadikan alat tawar politik, bukan lagi instrumen pembangunan.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *