Pernyataan tersebut menuai kecaman dari berbagai kalangan, termasuk praktisi hukum dan pegiat kebebasan pers. Secara hukum, tindakan menghalangi kerja jurnalistik dapat dikenai sanksi pidana berdasarkan:
- Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, yang menyatakan bahwa setiap orang yang secara melawan hukum menghambat atau menghalangi kerja jurnalistik dapat dipidana penjara paling lama 2 tahun atau denda paling banyak Rp500 juta.
- Pasal 28E ayat (3) UUD 1945, yang menjamin hak setiap warga negara untuk menyampaikan pendapat, termasuk melalui media.
- Pasal 170 KUHP, yang mengatur ancaman pidana bagi pelaku kekerasan terhadap orang atau barang secara bersama-sama di muka umum.
Ajakan untuk melakukan kekerasan terhadap wartawan, apalagi disampaikan oleh seorang pejabat publik, berpotensi dikategorikan sebagai hasutan yang melanggar hukum pidana dan etika pemerintahan.
Pernyataan Sutrisno dinilai mencederai prinsip negara hukum dan demokrasi. Dalam sistem pemerintahan yang menjunjung keterbukaan, media memiliki peran penting sebagai kontrol sosial dan penyampai aspirasi publik. Menolak kehadiran media tanpa dasar hukum yang jelas, apalagi mengajak tindakan represif, merupakan bentuk pelecehan terhadap kebebasan pers.
Koalisi Masyarakat Sipil dan organisasi jurnalis di Jawa Timur mendesak aparat penegak hukum untuk segera menyelidiki pernyataan tersebut dan meminta pertanggungjawaban hukum dari yang bersangkutan.
“Jika dibiarkan, ini bisa menjadi preseden buruk bagi kebebasan pers dan perlindungan terhadap wartawan di lapangan,” ujar salah satu aktivis pers yang enggan disebutkan namanya.