JAKARTA ( DN ) – Sengketa di Laut China Selatan dan bagaimana Indonesia harus menghadapi China menjadi fokus utama dalam debat calon presiden yang disiarkan secara nasional di televisi pada pekan lalu. Rakyat Indonesia akan memilih presiden baru pada 14 Februari, dan dalam debat terakhir, ketiga kandidat saling bertukar pandangan mengenai keamanan, geopolitik, dan hubungan internasional.
Ketika menyangkut bagaimana mereka akan menangani hubungan dengan China, para analis mengatakan kepada VOA bahwa pengalaman berbeda dari ketiga kandidat kemungkinan akan berdampak pada cara mereka menangani hubungan bilateral, termasuk sengketa di Laut China Selatan.
“Berbagai langkah yang dilakukan untuk menyelesaikan sengketa di Laut China Selatan, termasuk Deklarasi Perilaku Para Pihak di Laut Cina Selatan yang berujung pada penyusunan dokumen kode etik, telah gagal,” kata Ganjar Pranowo, yang diusung oleh PDI-P.
Ganjar mengusulkan tiga solusi, yakni mendukung perjanjian sementara dengan China, memperkuat kapasitas dan patroli TNI Angkatan Laut, serta memulai eksploitasi cadangan gas di Laut Natuna Utara yang terletak di antara Indonesia dan Vietnam serta di selatan Laut China Selatan. Dia mengatakan Indonesia perlu memprioritaskan pengembangan persenjataan angkatan laut dan memasok kapal angkatan laut yang berpatroli di wilayah tersebut.
“Alokasi (anggaran pertahanan-red) antara 1 hingga 2 persen PDB, menurut saya menjadi keharusan agar kuat,” kata Ganjar.
Hal serupa juga dikemukakan calon presiden ketiga kalinya, Prabowo Subianto. Ia mengatakan perselisihan di Laut Cina Selatan menggarisbawahi perlunya kekuatan pertahanan yang kuat, platform untuk patroli dan satelit tambahan.