Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Suara Panrita Keadilan Takalar, Muslim Tarru, S.E., C.L.E., menyebut kejadian ini sebagai indikator lemahnya tata kelola layanan darurat di tingkat Puskesmas yang seharusnya siaga 24 jam.
“Ini kelalaian serius. Ketersediaan ambulans dan sopir adalah kewajiban dasar, bukan fasilitas tambahan. Jika benar tidak ada sopir, itu menunjukkan lemahnya pengawasan manajerial Dinas Kesehatan. Kami mendesak investigasi menyeluruh dan perbaikan sistem,” tegas Muslim.
Ia juga menekankan bahwa persoalan ini harus menjadi perhatian serius Bupati Takalar.
“Kami berharap Bupati segera turun tangan untuk mengevaluasi kinerja Dinas Kesehatan. Nyawa masyarakat seakan dipertaruhkan oleh sistem yang tidak siap. Ini tidak boleh dibiarkan,” tegasnya.
Tragedi ini menimbulkan pertanyaan mendasar mengenai standar layanan gawat darurat di Puskesmas, khususnya di daerah, serta efektivitas pengawasan pemerintah daerah dalam memastikan fasilitas kesehatan siap memberikan layanan optimal, terutama untuk kasus ibu hamil yang berisiko tinggi. (*)