Independensi di tengah Kelindan Media dan Politik Indonesia

  • Whatsapp
Debat Pertama Capres 2024 oleh KPU RI menghadirkan ketiga calon presiden yakni Ganjar Pranowo, Prabowo Subianto dan Anies Baswedan Selasa (12/12) di Jakarta. (foto: ilustrasi/VOA-Indra Yoga)

Sekjen Aliansi Jurnalis Independen, Ika Ningtyas, dalam diskusi Data Journalism Hack: Menelisik Data Publik untuk Publik belum lama ini mengakui, independensi media saat ini masih jadi tantangan. Berkaca dari hasil riset PR2 Media, setidaknya, bisa dibaca bagaimana langkah para politisi yang menggunakan media untuk kepentingan-kepentingan politiknya.

“Artinya, di situasi yang sudah keruh di media sosial, ruang-ruang digital, peran media yang kita harapkan seharusnya lebih independen untuk bisa membawa kepentingan publik yang lebih luas, ini tercemar, dengan kepentingan-kepentingan politik praktis,” kata Ika.

Bacaan Lainnya

Lembaga seperti Dewan Pers tidak henti meminta jurnalis dan media untuk bersikap independen, begitu juga dengan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan berbagai organisasi jurnalis.

Pekan lalu misalnya, Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu, dalam sebuah diskusi meminta pers untuk menjadi wasit yang mengedepankan nilai-nilai independensi yang objektif saat Pemilu. Himbauan serupa selalu disampaikan Dewan Pers dalam berbagai kesempatan, terutama karena pemilu tinggal beberapa pekan lagi.

Dalam sebuah acara di Makasssar akhir pekan lalu, Ketua KPI Pusat Ubaidillah menyoroti peran penting lembaga penyiaran dalam menjaga kualitas informasi pemilu.

“KPI telah membuat sejumlah kebijakan, termasuk Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran. Kita juga melakukan koordinasi dengan KPU, Bawaslu, dan Dewan Pers melalui Gugus Tugas,” ujar Ubaidillah dalam rilis resmi lembaga tersebut.

Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) juga tidak mau kalah. Ketua Umum PWI Pusat, Hendry Ch Bangun tegas meminta wartawan dan pers untuk menjaga netralitas dan independensi selama pesta demokrasi kali ini.

Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika, Nezar Patria. (foto dok. Kominfo)

Pemerintah di sisi lain mengaku sudah bersikap. Setidaknya, dari pernyataan Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika, Nezar Patria ketika berbicara pada kuliah tamu bertema Netralitas Media Pada Kampanye Politik tahun 2024: Fakta vs Utopia di Universitas Budi Luhur.

“Memang soal netralitas media ini akan menjadi diskusi yang cukup ramai dalam setiap pemilu, karena beberapa hal. Yang mempengaruhi netralitas media antara lain soal ownership. Saya kira pasti akan ramai dibicarakan, ownership terhadap industri media,” kata Nezar.

Seperti juga paparan penelitian PR2 Media, Nezar mengakui afiliasi para peserta pemilu dengan industri media menjadi fokus perhatian.

“Tetapi, dengan menjalankan satu code on conduct dan kode etik, serta merujuk pada peraturan-peraturan yang ada, saya kira persoalan ownership dan lain sebagainya itu, biasnya bisa lebih diminimalkan, atau setidaknya dijaga oleh publik, berdasarkan regulatory framework yang ada,” tambah Nezar.

Namun, kata Masduki, selama ini lebih banyak upaya perbaikan dilakukan di hilir, yaitu menyangkut laporan media atau konten-kontennya. Padahal di atas, situasinya juga tidak kalah bermasalah. Dia menilai, ada semacam penerimaan dari semua pihak, yang akhirnya menjadi pembiaran terutama terkait bagaimana para pemilik media merangkap politisi, ketua partai, dan caleg, sekaligus mendorong para jurnalis untuk mencalonkan diri berebut kursi.

“Kondisi ini seolah mengalami penormalan, sehingga kita merasa ini tidak masalah. Padahal ini masalah,” tandas Masduki. [Red]#VOA