Ilmuwan: Upaya Konservasi di Indonesia Terancam

  • Whatsapp
Dokter hewan Yenni Saraswati dari Program Konservasi Orangutan Sumatera (SOCP) memeriksa kondisi orangutan Sumatra yang terluka yang ditemukan oleh aktivis lingkungan di perkebunan kelapa sawit di desa Rimba Sawang, Aceh. (Foto: AP)
Rosa, badak Sumatra, melahirkan anak betina di Suaka Rhino Sumatra Taman Nasional Way Kambas (SRS TNWK), Lampung pada 24 Maret 2022. (Foto: Humas KLHK)
Rosa, badak Sumatra, melahirkan anak betina di Suaka Rhino Sumatra Taman Nasional Way Kambas (SRS TNWK), Lampung pada 24 Maret 2022. (Foto: Humas KLHK)

Lebih lanjut Laurance mengatakan, tekanan terhadap penelitian ilmiah di Indonesia akan berdampak luas terhadap upaya konservasi di Indonesia. Data yang bertentangan mengenai populasi orangutan dan larangan penelitian oleh ilmuwan asing, misalnya, dapat menyebabkan ketidakpastian pendanaan dan intervensi konservasi internasional.

“Dengan menghambat penelitian kritis dan menghambat kerja sama internasional, Pemerintah Indonesia berisiko merusak reputasi ilmiahnya, termasuk daya saing akademisi dan institusi dalam mendapatkan penghargaan dan skema pendanaan internasional,” kata Laurance.

Bacaan Lainnya

Meski demikian, Abdil mengatakan, ia tidak begitu khawatir mengenai kemungkinan peneliti asing berhenti melakukan riset di Indonesia.

Sekelompok pengendara sepeda beristirahat selama perjalanan mereka di hutan hujan Gunung Burangrang di pinggiran Bandung, Jawa Barat. (Foto: REUTERS/Beawiharta)
Sekelompok pengendara sepeda beristirahat selama perjalanan mereka di hutan hujan Gunung Burangrang di pinggiran Bandung, Jawa Barat. (Foto: REUTERS/Beawiharta)

“Indonesia ini menang (unggul) dalam hal bahan mentah. Biodiversity Indonesia sangat kaya dan jadi daya tarik banyak ilmuwan asing untuk melakukan penelitian di Indonesia, yang berguna bagi pengembangan pengetahuan, tidak hanya bagi Indonesia tapi juga seluruh dunia,” kata Abdil.

Tidak hanya itu, perlakuan kurang ramah terhadap peneliti asing kemungkinan juga tidak merata di semua bidang konservasi. Paling tidak anggapan ini valid bila merujuk pada pernyataan Meizani Irmadhiany, Direktur Eksekutif Konservasi Indonesia (KI), organisasi lingkungan yang juga memiliki perhatian besar terhadap upaya konservasi, umumnya di sektor kelautan. KI, katanya, banyak menjalin kerja sama dengan mitra regional dan internasional, dan sikap pemerintah terhadap peneliti asing patut dipuji.

Meizani Irmadhiany -- Direktur Eksekutif Konservasi Indonesia (KI). (Foto: Courtesy/KI)
Meizani Irmadhiany — Direktur Eksekutif Konservasi Indonesia (KI). (Foto: Courtesy/KI)

“Kita melihat pemerintah cukup membuka ruang untuk kolaborasi, tidak hanya dengan NGO (LSM, red) tapi juga dengan mitra-mitra lain dan itu tentunya dengan mengikuti tatanan peraturan yang berlaku,” kata Meizani.

Menurut Meizani, pemerintah mengetahui pasti, bahwa kerja sama internasional di bidang konservasi satwa laut sangat dibutuhkan, apalagi tidak jarang penelitian-penelitian itu membutuhkan teknologi tinggi yang tidak murah, keahlian khusus, koordinasi dan waktu yang tidak singkat.

 

Meizani mencontohkan proyek penelitian populasi pari manta yang dilakukan KI, khususnya di kawasan konservasi Raja Ampat, yang sudah berlangsung bertahun-tahun. Pemerintah – dalam hal ini Kementerian Kelautan dan Perikanan dan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) tingkat provinsi — sangat mendukung upaya KI dan para periset asing dalam penelitian tersebut. Tidak jarang, bersama pemerintah, mereka mempublikasikan hasil penelitian yang menjadi rujukan penelitian lain atau pengambilan kebijakan.

Pemerintah, katanya juga, tak sungkan melibatkan peneliti asing dan lokal sewaktu melakukan marine rapid assessment untuk menentukan apakah sebuah kawasan perairan harus menjadi kawasan konservasi.

Terlepas dari semua itu, tekanan terhadap ilmuwan tidak hanya terjadi di Indonesia. Survei terbaru yang dilakukan oleh para ahli ekologi di Australia menemukan beberapa negara lain juga menghambat kemajuan ilmu pengetahuan dan upaya konservasi. Contohnya, mantan presiden Brasil Jair Bolsonaro dilaporkan menghambat tata kelola lingkungan dengan memecat sejumlah pejabat yang memiliki pandangan berbeda mengenai deforestasi. [Red]#VOA