‘Food Estate’ Dikritik, Mentan Klaim Sudah Panen Jagung

  • Whatsapp
Presiden Jokowi berharap Food Estate dengan varietas jagung di Kabupaten Keeroom, Papua bisa memenuhi kebutuhan jagung nasional khususnya untuk wilayah Indonesia Timur. (Foto: Courtesy/Biro Setpres)

Untuk tanaman singkong sendiri yang ditanam pemerintah lebih awal dari 2021 hingga 2023 sama sekali belum panen. Pemerintah sendiri, katanya mulai menanam kembali singkong ditambah jagung pada Oktober 2023.

Pada saat peninjauan terakhir pada 23 Januari, tinggi tanaman singkong itu baru sejengkal orang dewasa. Sementara untuk jagung, ia akui memang bisa tumbuh, tetapi kualitas dari jagung tidak layak untuk dikonsumsi karena sangat kering.

Bacaan Lainnya
“Kalau melihat masa tanam jagung 60 hari harusnya sudah bisa dipanen untuk bisa dimanfaatkan lagi sebagai bahan pangan. Kondisinya (jagung) sangat kering, jadi tidak tahu (apakah bisa dikonsumsi-red). Mungkin dijadikan bibit lagi atau bagaimana, juga setiap batang jagungnya tidak berbuah maksimal, bulir-bulirnya jarang,” ungkap Bayu.

Maka dari itu, ia pun mempertanyakan klaim keberhasilan panen jagung dari Kementan beberapa waktu lalu tersebut.

“Jadi itu perlu dipertanyakan. Tidak tahu panennya yang sebelah mana. Lahannya memang ada, ada beberapa blok, setidaknya ada dua blok, yakni I blok A dan blok B, yang memang bisa dipanen tapi sudah kelewatan masa panennya. Dengan luasan itu, saya tidak yakin apakah angkanya per ton yang klaimnya itu 6,5 ton per hektare, itu patut dipertanyakan juga,” tuturnya.

WALHI menyarankan kepada pemerintah untuk tidak melanjutkan proyek food estate ini, karena berdasarkan fakta di lapangan, memang tidak pernah berhasil. Proyek yang diklaim untuk memperkuat ketahanan pangan nasional nyatanya malah menimbulkan berbagai permasalahan yang kompleks seperti konflik sosial dengan masyarakat setempat dan kerusakan lingkungan.

Kampanye yang dilakukan sejumlah aktivis lingkungan terkait kritik terhadap proyek lumbung pangan di Kalimantan Tengah, Kamis 11 November 2022. (Courtesy: Greenpeace Indonesia)
Kampanye yang dilakukan sejumlah aktivis lingkungan terkait kritik terhadap proyek lumbung pangan di Kalimantan Tengah, Kamis 11 November 2022. (Courtesy: Greenpeace Indonesia)

“Dampaknya sudah terlihat, proyek food estate di Kalteng dia merampas ruang hidup dan lahan tani masyarakat khususnya masyarakat adat. Jadi hutan yang sebelumnya jadi sumber penghidupan, sumber ekonomi dan lahan pertanian lokal, dikonversi menjadi lahan singkong. Hari ini selain konflik tadi ada juga bencana ekologis dan menyebabkan kerugian di pihak masyarakat khususnya petani,” tuturnya.

WALHI pun mendorong kepada pemerintah untuk segera menghentikan proyek food estate tersebut, dan melakukan pemulihan lingkungan di lahan-lahan food estate yang ada di seluruh Indonesia.

“Argumentasi mereka bilang bahwa ini masih bisa dilakukan, yakni menanam tanaman pangan di sana tetapi harus didukung dengan teknologi yang mumpuni karena mereka melihat misalnya di Timur Tengah, mereka bisa menanam di pasir. Tapi kan disini alokasi untuk pengembangan teknologi pertanian masih sangat-sangat kecil, dan itu perlu proses panjang. Dalam konteks pemenuhan pangan, tidak akan bisa tercapai malah akan banyak berdampak paling cepat yaitu kerusakan lingkungan,” pungkasnya. [Red]#VOA

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *