Dalam tinjauan bersama data AIS Jairan di MarineTraffic dan situs web pelacakan kapal Seasearcher, VOA dan analis intelijen yang berbasis di Dubai, Martin Kelly dari EOS Risk Group, menetapkan bahwa Jairan tidak melaporkan perubahan signifikan pada draft atau kedalaman kapal di bawah garis air saat berlabuh di Pulau Liuheng sepanjang Februari dan hingga awal Maret. Itu berarti kapal Iran itu berada di kedalaman air yang hampir sama seperti saat tiba di China timur akhir tahun lalu. Yang artinya, bahwa kapal itu belum memuat kargo besar apa pun sejak saat itu.
Kapal Jairan masih berlabuh di Pulau Liuheng hingga 3 Maret, saat kapal itu menuju ke selatan menuju Zhuhai Gaolan dan berlabuh di pelabuhan pada 8 Maret. Dua hari kemudian, Jairan berangkat, melaporkan tujuannya adalah Bandar Abbas dengan perkiraan kedatangan pada 26 Maret. Kapal Iran itu juga melaporkan perubahan draft yang signifikan saat meninggalkan Zhuhai Gaolan, mengirimkan data yang menunjukkan kapal itu berada lebih dari 2 meter lebih dalam di air dan menunjukkan kapal itu telah mengambil kargo utama di pelabuhan, kata Kelly kepada VOA.
Hingga Jumat (14/3), waktu setempat, Jairan berada di perairan Kepulauan Riau, menuju barat daya menuju Selat Singapura.
Departemen Luar Negeri Amerika Serikat tidak memberikan komentar tentang kepergian Jairan dari China saat dihubungi VOA. Misi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Iran di New York tidak menanggapi permintaan komentar serupa dari VOA, yang dikirim melalui email pada Selasa (11/3).
Bulan lalu, Departemen Luar Negeri memberi tahu VOA bahwa mereka mengetahui laporan berita pada Januari oleh The Financial Times dan Wall Street Journal mengenai dugaan penggunaan Golbon dan Jairan oleh Iran untuk mengimpor natrium perklorat dari China.
Seorang juru bicara mengatakan Departemen Luar Negeri tidak mengomentari masalah intelijen. Namun, “tetap fokus pada pencegahan penyebaran barang, peralatan, dan teknologi yang dapat menguntungkan program rudal atau senjata Iran lainnya dan terus meminta pertanggungjawaban Iran melalui sanksi.”
Juru bicara Kementerian Luar Negeri China Mao Ning menanggapi laporan berita tersebut dalam jumpa pers pada 23 Januari. Mao Ning menegaskan bahwa China mematuhi kontrol ekspornya sendiri dan kewajiban internasional serta menolak pengenaan sanksi sepihak oleh negara lain yang dianggap Beijing sebagai tindakan ilegal.