( DN ) – Meja makan keluarga-keluarga menengah ke bawah di Indonesia mencuri perhatian di tengah penghitungan suara hasil pemilu Februari lalu. Nasi, menu utama mayoritas warga yang biasa tersaji, menjadi masalah utama karena gangguan pasokan beras.
Berkurangnya beras di pasaran, yang berimbas pada naiknya harga komoditas ini, bukan sesuatu yang tiba-tiba. Pakar pertanian dari Universitas Gadjah Mada, Prof Dwidjono Hadi Darmanto ingat betul, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) sudah memperingatkan dampak cuaca ekstrem el nino, sejak pertengahan 2023 atau delapan bulan yang lalu.
“El Nino ini kan kering, air enggak ada. Harusnya Desember awal itu sudah mulai ada yang tanam. Tapi ini karena Desember belum hujan, jadi enggak ada yang bisa tanam, tanamnya baru mulai Januari. Sehingga sekarang di petani tidak ada gabah,” kata dia mengupas penyebab naiknya harga beras dari pangkalnya.
Karena tidak ada panen, harga gabah naik hingga Rp7 ribu perkilo, yang memicu naiknya harga beras. Jika tidak ada hambatan besar, panen baru akan dimulai akhir Maret, dan memungkinkan suplai beras ke pasar.
Dwidjono menyebut, kondisi ini seharusnya diantisipasi, karena BMKG sudah memberi peringatan. Impor beras hingga 2 juta ton yang dilakukan saat ini tidak akan mencukupi, sehingga harga cenderung naik. Dia menyebut, ada kesalahan perencanaan dari pemerintah.
“Karena perencanaannya mungkin dasarnya masih memperkirakan Desember masih bisa tanam. Tapi kan ternyata tidak bisa. Tanamnya mundur, sehingga panennya mundur. Itu kesalahan dari perencanaan,” tegas dia.
BMKG berkali-kali memperingatkan tentang dampak el nino sejak pertengahan 2023 lalu. Analisis lembaga ini menyebut, pada 2023 fenomena el nino akan mengakibatkan kemarau di 63 persen wilayah Indonesia, termasuk Sumatra,
Jawa, Bali, NTB, NTT, Kalimantan, Sulawesi Selatan, dan Papua Selatan. “Diperkirakan musim kemarau ini akan lebih kering dibandingkan tiga tahun sebelumnya,” ucap Kepala Pusat Informasi Perubahan Iklim BMKG, A Fachri Radjab, dalam penjelasannya pada Juli 2023 lalu, seperti dikutip VOA.
Badan Pangan Nasional (Bapanas) yang diharapkan bisa mengantisipasi kejadian seperti ini, tambah Dwijono, ternyata tidak efektif.
Krisis beras terjadi karena pasokan yang kurang. Badan Pangan Nasional dalam penjelasannya menyebut, el nino menurunkan produksi beras yang dampaknya terasa dua hingga tiga bulan setelahnya. Penurunan produksi, mengakibatkan defisit bulanan neraca beras pada Januari dan Februari di 2024 ini. Impor merupakan jalan keluar satu-satunya.
“Importasi ini merupakan alternatif pahit, tapi harus kita lakukan. Kita sama-sama ketahui kondisi produksi padi nasional menurun akibat dampak climate change dan el nino. Dampaknya kita rasakan beberapa bulan setelahnya, sehingga awal 2024 ini terjadi defisit bulanan neraca beras,” kata Kepala Bapanas, Arief Prasetyo Adi dalam keterangannya yang termuat di laman resmi lembaga tersebut.
Stok Cadangan Beras Pemerintah(CBP) di Perum Bulog minimal harus aman di angka 1 juta ton. Sepanjang 2023, stok CBP terjaga selalu di atas 1 juta. Namun, Badan Pusat Statistik (BPS) sudah mencatat, Indonesia mengalami defisit beras pada Januari-Februari 2024. Minus Januari 2024 adalah 1,61 juta ton dan Februari 1,22 juta ton, sehingga total defisit beras 2,83 juta ton.
Dalam rilis bulanan BPS pada 1 Maret, Deputi Bidang Statistik Produksi BPS, M Habibullah juga mengupas harga beras.
“Kenaikan harga beras terjadi di semua rantai distribusi,” ujar dia.
Harga beras eceran pada Februari 2024, naik sebesar 5,28 dibanding bulan Januari, dan baik sebesar 19,28 persen jika dibandingkan dengan harga pada Februari 2023.
“Secara umum, kenaikan harga beras terjadi di 37 provinsi,” tambah Habibullah, yang artinya hanya satu provinsi mampu menekan harga beras.
Dengan harga tersebut di tingkat penggilingan, harga beras di tingkat konsumen bisa mencapai Rp 17 ribu hingga Rp 20 ribu tergantung wilayah dan jenis berasnya.
Sepanjang 2023, Indonesia menghasilkan 31,10 juta ton beras, turun sebesar 439,24 ribu ton dibandingkan 2022 yang sebesar 31,54 juta ton. Data global menempatkan Indonesia sebagai konsumen beras dengan kebutuhan sekitar 35,3 juta ton pertahun.
Periode Januari−April 2023 produksi beras Indonesia sebesar 12,98 juta ton. BPS memperkirakan, periode yang sama tahun ini angka produksi hanya mencapai 10,71 juta ton beras, turun 2,28 juta ton atau 17,52 persen.
Semata El Nino?