Harun Masiku Berada di Indonesia, TII Desak KPK Segera Tangkap

  • Whatsapp

KPK menunjukkan barang bukti uang dalam OTT salah satu kasus korupsi (ilustrasi foto: Humas KPK).

Pihak kepolisian menyebut bahwa tersangka kasus suap di KPU, Harun Masiku berada di Indonesia. Pegiat korupsi mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera menangkapnya.

Bacaan Lainnya

JAKARTA (KD) – Tiga tahun lebih, tersangka kasus dugaan suap di Komisi Pemilihan Umum (KPU) Harun Masiku jadi buronan KPK. Sempat beredar kabar, mantan politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu bersembunyi di Kamboja dan Singapura.

Namun baru-baru ini, Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri Inspektur Jenderal Krishna Murti justru menyatakan Harun Masiku selama ini bersembunyi di Indonesia. Menurutnya memang Harun Masiku sempat keluar negeri namun telah kembali ke Indonesia pada 2020.

“ Setelah dia keluar dia balik lagi ke dalam , sebenarnya dia (Harun Masiku) sembunyi di dalam tidak seperti rumor tetapi kita menghentikan pencarian yang bersangkutan di luar,” ujar Krishna.

Saat itu kata Krishna lembaganya belum dimintai bantuan oleh KPK untuk menangkap Masiku. Menurutnya temuan tersebut didapatkan dari data lintas negara yang diduga dilalui Harun Masiku.

Deputi Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia (TII) Wawan Suyatmiko menjelaskan usaha KPK untuk mengejar Harun Masiku berarti tidak maksimal atau bahkan mengabaikan fakta bahwa Harun Masiku itu masih menjadi salah satu buronan yang penting untuk diburu.

“(Karena Harun Masiku diduga ada di Indonesia) saya pikir pertama adalah (KPK) segera tangkap, terus kemudian di BAP (Berita Acara Pemeriksaan) saja karena sudah tersangka. (kemudian) segera limpahkan ke pengadilan karena nggak ada lagi alasan,” kata Wawan.

Harun Masiku Berada di Indonesia TII Desak KPK Segera Tangkap_2

Deputi Sekjen TII Wawan Suyatmiko (foto: dok)

Menurut Wawan, tanggung jawab Harun Masiku bisa keluar masuk Indonesia padahal berstatus buron bukan hanya di pundak KPK dan Polri, tapi juga Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia). Dia mempertanyakan kenapa imigrasi tidak memberitahu KPK mengenai pergerakan Harun Masiku tersebut kepada KPK.

Artinya, lanjut Wawan, Kementerian Hukum dan HAM mengabaikan kasus Harun Masiku yang menjadi buronan KPK. Dia mengatakan Harun Masiku sebenarnya bukan tokoh yang penting dalam kasusnya, namun dia merupakan tokoh kunci.

Sebab dalam fakta persidangan muncul bahwa Harun Masiku sempat disembunyikan ketika petugas KPK mau masuk ke Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK). Diduga saat itu ada petinggi partai yang juga berkomunikasi dengan kepolisian untuk menutup proses itu. Dia mempertanyakan apakah KPK memiliki niat untuk meneruskan kasus ini.

Wawan menilai lembaga anti rasuah itu tidak berniat untuk menangkap Harun Masiku. Masyaralat sudah pesimistis terhadap KPK, apalagi Masiku berasal dari partai yang berkuasa. Dia menduga KPK mendapatkan intervensi dari partai berkuasa untuk tidak membongkar kotak pandora.

Jika kasus Harun Masiku tidak dituntaskan, dia mengatakan jangan menyalahkan publik kalau memiliki persepsi KPK saat ini hanyalah menjadi kendaraan politik partai tertentu. Masyarakat juga tidak bisa disalahkan jika menganggap KPK tebang pilih dalam pemberantasan korupsi, dalam konteks yang ditindak adalah partai-partai yang tidak berkuasa saja.

Yang paling bahaya, lanjut Wawan, adalah KPK memiliki kewenangan untuk mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) dan hal itu bisa saja dugunakan dalam kasus Harun Masiku.

Juru bicara KPK Ali Fikri menjelaskan KPK akan terus memperkuat kerjasama dengan Polri dalam memburu buronan kasus korupsi di luar negeri termasuk Harun Masiku. Menurutnya lembaganya serius dalam menangkap Masiku.

Harun Masiku adalah tersangka kasus dugaan suap pergantian antarwaktu anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) periode 2019-2024. Dia disangka menyuap Komisioner KPU Wahyu Setiawan sebesar Rp 600 juta untuk bisa menjadi anggota dewan.

Kalau Harun Masiku masih berkeliaran, Wahyu Setiawan yang disuap malah sudah mendapat vonis tujuh tahun penjara dari putusan kasasi oleh Mahkamah Agung. [Red]#VOA

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *