Bertemu PWI, Prabowo Bahas Program Susu Gratis Hingga Kebebasan Pers

  • Whatsapp
Calon presiden nomor urut 2, Prabowo Subianto menolak untuk melakukan wawancara dengan wartawan setelah pertemuan dengan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) pada Kamis (4/1) di Jakarta. (VOA/Ghita Intan)
Calon presiden nomor urut 2, Prabowo Subianto saat berbicara di depan anggota Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) pada Kamis (4/1) di Jakarta. (VOA/Ghita Intan)
Calon presiden nomor urut 2, Prabowo Subianto saat berbicara di depan anggota Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) pada Kamis (4/1) di Jakarta. (VOA/Ghita Intan)

Untuk mewujudkan program tersebut, ketika kelak dirinya terpilih menjadi orang nomor satu di Indonesia, Prabowo berencana mengimpor sapi perah dari beberapa negara seperti India mengingat produksi sapi perah di dalam negeri hanya mampu memenuhi 15 persen dari kebutuhan susu nasional. Dijelaskannya, bahwa ada sekitar 82 juta anak yang harus diberi susu sapi segar. Dengan kebutuhan 500 cc per anak, maka dibutuhkan sebanyak kurang lebih 40 juta liter susu sapi.

“Berarti kita minimal butuh sapi perah memang 2,5 juta. Jadi kita mungkin harus impor 1-1,5 juta sapi dan dalam dua tahun dia akan melahirkan dan kita akan punya 3 juta (sapi perah). Kira-kira begitu strategi kita, dan ini tidak instan,” tambahnya.

Bacaan Lainnya

Memang anggaran Rp440 triliun ini terdengar sangat besar dan sulit untuk diwujudkan oleh anggaran negara. Namun, Prabowo meyakini bahwa dengan berbagai upaya dan kebijakan pemerintah, salah satunya dengan memaksimalkan pendapatan negara melalui penerimaan pajak dan non pajak, maka ini bukan sesuatu yang mustahil untuk direalisasikan.

“Memang kedengarannya Rp440 triliun besar, tapi Indonesia punya kemampuan. Sekarang aja APBN untuk bansos itu mendekati Rp500 triliun, kemudian anggaran untuk pendidikan itu Rp600 triliun. Jadi yang tanya kalau kita masih makan untuk anak-anak kita ini boleh tergolong bansos atau tidak? Kita butuh lapangan kerja, anak-anak kita punya hak untuk hidup layak, kita tidak mau jadi bangsa UMR terus. Jadi kita optimis masa depan kita gemilang untuk anak-anak kita,” tegasnya.

Pengamat Ekonomi Salamun Daeng mengatakan sebenarnya program tersebut memang sudah dilakukan di banyak negara, terutama negara-negara maju. Bahkan katanya PBB pun mengapresiasi program tersebut sebagai investasi jangka panjang untuk generasi muda.

“Karena saya lihat di policy UN sendiri mengatakan bahwa ini adalah investasi terbaik untuk SDM dalam jangka panjang. Jadi diasosiasikan gini setiap satu dolar yang diinvestasikan ke anak itu akan mendapatkan feedback 100 kali dari investasi itu. Jadi sebenarnya ini investasi yang diorientasikan terhadap pengelolaan SDM,” ungkap Salamun.

Selain itu, di berbagai negara program ini juga bisa memiliki efek domino terhadap dampak COVID-19 untuk kalangan masyarakat rentan yang masih terdampak hingga saat ini. Dengan upaya menyediakan susu dan makan gratis di berbagai sekolah di daerah, diyakini juga akan memulihkan perekonomian setempat pasca pandemi.

Salamun menuturkan sebenarnya ini merupakan program yang baik. Namun, ia menekankan anggaran yang akan digelontorkan untuk program tersebut harus diatur sedemikian rupa agar terdapat ruang fiskal yang cukup dan tidak membebani APBN.

“Semua program yang berbau social protection itu dirapikan maka kemudian tersedia ruang fiskalnya. Lalu kalau terjadi kebijakan yang cukup baik di bidang lain, misalnya terkait dengan industrialisasi, hilirisasi yang bisa mendongkrak penerimaan negara itu akan tersedia ruang fiskalnya. Kemudian kalau terjadi usaha yang lebih keras lagi untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas di dalam belanja negara terkait dengan belanja pemerintah saya kira bisa. Ada juga terobosan lain, mengintegrasikan CSR BUMN, misalnya sekian BUMN kita bisa melaksanakan di beberapa sekolah, akan ter-back up tapi lewat sistem yang terintegrasi dengan baik, dan tidak parsial,” 5.