Analis Soroti Kelemahan dalam Konstitusi Transisi Suriah

  • Whatsapp
Panorama Damaskus, Suriah. Presiden Sementara Ahmed al-Sharaa menandatangani deklarasi yang akan menjadi konstitusi transisi, namun beberapa pihak menilai terdapat kelemahan di dalamnya.(Vyacheslav Argenberg/Creative Commons)

Badrakhan mengatakan kepada VOA bahwa “tidak adanya penyebutan suku Kurdi, sebagai kelompok etnis terbesar kedua di negara ini, maupun suku Asyur, salah satu masyarakat adat tertua di Suriah, menunjukkan penolakan yang jelas terhadap identitas multikultural Suriah.”

Asap mengepul saat anggota pasukan Suriah menaiki kendaraan saat mereka bertempur melawan pemberontakan yang dimulai oleh pejuang dari sekte Alawite milik pemimpin terguling Bashar al-Assad, di Latakia, Suriah, 7 Maret 2025. (Foto: Reuters)
Asap mengepul saat anggota pasukan Suriah menaiki kendaraan saat mereka bertempur melawan pemberontakan yang dimulai oleh pejuang dari sekte Alawite milik pemimpin terguling Bashar al-Assad, di Latakia, Suriah, 7 Maret 2025. (Foto: Reuters)

Definisi dan Batasan

Bacaan Lainnya

Konstitusi mendefinisikan Suriah sebagai republik Arab dan menetapkan bahwa presiden harus beragama Islam. Selain itu, konstitusi membatasi pengakuan resmi hanya pada “agama-agama samawi,” yang merujuk pada agama Kristen, Islam, dan Yahudi.

“Ini secara efektif mengabaikan pengakuan terhadap beberapa komunitas agama yang telah lama ada di Suriah, termasuk Yazidi dan Druze,” kata Badrakhan. “Seiring waktu, ketentuan ini juga bisa ditafsirkan sebagai upaya untuk mengecualikan sekte Ismailiyah dan Alawi [dari Islam Syiah] dari pengakuan resmi.”

Menurut CIA World Factbook, warga Arab merupakan 50 persen dari hampir 24 juta penduduk Suriah, sementara warga Alawi, Kurdi, dan Kristen mencakup 35 persen. Sisanya terdiri dari warga Druze, Ismaili, serta kelompok etnis dan agama lainnya.

Ada juga kekhawatiran bahwa konstitusi sementara memberikan kekuasaan yang terlalu besar kepada presiden sementara dan mendorong ideologi Islamis. Al-Sharaa dan HTS merupakan kelompok Islamis yang telah ditetapkan sebagai organisasi teroris oleh Amerika Serikat.

“Konstitusi mengatakan ada pemisahan antara cabang-cabang pemerintahan, tetapi itu jelas salah,” kata Sarbast Nabi, profesor filsafat politik di Universitas Koya di Kurdistan Irak.

“Pasal 24 memberikan presiden wewenang untuk menunjuk 20 persen anggota parlemen transisi, yang menunjukkan kurangnya pemisahan antara cabang eksekutif dan legislatif,” katanya kepada VOA, seraya menambahkan bahwa dokumen tersebut “tidak akan membawa stabilitas di Suriah.”

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *