Aliansi Masyarakat Sipil di Malang Menolak RUU Penyiaran

  • Whatsapp

Padahal, setiap sineas memiliki motivasi dan pesan dalam film yang diproduksinya. Bahkan, sejak menulis skenario mereka juga melakukan swasensor. Kenken yang juga mendirikan kampung film Glanggang ini mengisahkan Lembaga Sensor Film (LSF) menobatkan Glanggang sebagai kampung sensor mandiri. Kenken juga menyosialisasikan karya film dengan konsep swasensor.

Sedangkan, selama ini LSF menyensor, dan memotong film tanpa keterlibatan dan persetujuan pembuat. Kenken sejak tiga tahun terakhir memberikan edukasi film kepada khalayak secara cuma-cuma. Kenken juga membangun jejaring dengan sineas. “Kita harus kawal RUU Penyiaran sesuai kapasitas,” ujar Kenken.

Bacaan Lainnya

Pakar hukum tata negara sekaligus Rektor Universitas Widya Gama Anwar Cengkeng menilai UU Pers lahir setelah reformasi, secara filosofi untuk memenuhi kebutuhan informasi rakyat. Pers hadir untuk kepentingan rakyat. Sedangkan saat Orde Baru, pers dikontrol. “Media yang kritis seperti Detik, Tempo dan Editor dibredel,” katanya.

Secara subtansi dan material, RUU Penyiaran bertentangan dengan UU Pers sebagai lex spesialis. Jika dipaksakan, RUU Penyiaran secara formil cacat hukum. Untuk melihat sistem politik sebuah negara bisa dilihat dari UU Pers. “Jika pemerintah otoritarian maka akan membat UU Pers yang sejalan dengan pemerintah yang otoritarian,” katanya.

Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Muhamadiyah Malang Sugeng Winarno menilai sejumlah pasal disusupkan dalam RUU Penyiaran membuat KPI sebagai lembaga superbodi. Sedangkan selama ini tidak banyak berperan, hanya memberikan teguran. Sedangkan di negara maju, sensor dilakukan oleh media watch atau lembaga pemantau media.

“Jika ada tontonan yang tak bagus akan diboikot, tidak ditonton,” kata Sugeng. Seperti rakyat Australia berdemo, setelah Pemerintah Australia mengurangi anggaran untuk lembaga penyiaran publik Australia (ABC ). Sehingga, publik merasakan jika media tersebut memenuhi kepentingan publik.

Badan Legislasi (Baleg) DPR saat ini telah mengembalikan draf RUU Penyiaran kepada Komisi I DPR lantaran RUU Penyiaran dinilai menimbulkan kontroversi. [Red]

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *