SURABAYA – DN | Minggu, 28/9/2025, kami diundang Pers rilis oleh Hendro Moedjianto (79) bersama istri dan Penasehat Hukumnya, MMT Yudhihari HH.,SH., dan Yuno Veolenna T.E.P.M., di Excelco Jemursari Surabaya. Hadir pula Ketua Umum PJI (Persatuan Jurnalis Indonesia), Hartanto Boechori.
Disampaikan Hendro yang ternyata anggota Deppush Pers PJI (Departemen Pusat Usaha Pers Persatuan Jurnalis Indonesia) dan penasehat hukumnya, bahwa tingkah pola Penegak Hukum dan Keadilan, cenderung “payah”.
Sengketa tanah antara Hendro Moedjianto atau Hendro Mujianto (Hendro) dengan Leon Agustono (Leon), tak kunjung tampak ujungnya. Penuturan Yudhihari,
“Perjalanan kasus penuh dengan inkonsistensi putusan, bahkan ada dugaan kuat, mafia hukum ikut bermain di baliknya. Hukum ‘dijungkir-balikkan’. Salah bisa jadi benar, dan sebaliknya”, Yudhi mengeluh.
Menurut Yudhi, Hakim bisa langgar SEMA (Surat Edaran Mahkamah Agung) seenak sendiri. SEMA No. 10 Tahun 2020 yang jelas menyatakan pemilik tanah adalah nama dalam sertifikat, bisa diabaikan oleh hakim. Belum lagi berbagai Yurisprudensi sejenis.
“Dalam SEMA No. 10 Tahun 2020 ‘huruf B Rumusan Hukum Kamar Perdata, poin 2b’ disebutkan, Akta jual beli tanah berlaku sebagai bukti sah pembayaran atas obyek jual beli selama dalam akta jual beli tersebut disebutkan sebagai bukti pelunasan”, jelas Yudhi. Dilanjutkan,
“di poin 4 disebutkan, dalam penggunaan pinjam nama (nominee arrangement), pemilik sebidang tanah adalah pihak yang namanya tercantum dalam sertifikat, meskipun tanah tersebut dibeli menggunakan uang/harta/asset pihak lain”. “Namun faktanya Hakim bisa memutus dengan melawan substansi SEMA ini”, jelas Yudhi kesal sambil menunjukkan isi SEMA dimaksud.