Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan menentang usul pencabutan larangan berbisnis bagi prajurit yang ada dalam revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI).
JAKARTA | DN – “Ini mungkin kontroversial, tapi Bapak/Ibu, istri saya punya warung di rumah.”Demikian petikan pernyataan Kepala Badan Pembinaan Hukum (Kababinkum) TNI Laksda Kresno Buntoro terkait usulan penghapusan pasal larangan berbisnis bagi TNI, yang ada dalam UU Nomor 34 Tahun 2004 yang saat ini sedang direvisi DPR. Kresno Buntoro bicara dalam rapat dengar pendapat publik tentang RUU TNI/Polri itu. Ia setuju dengan usul DPR untuk menghapus larangan itu, karena khawatir jika tetap diberlakukan maka ia akan dikenai sanksi.
Di pasal 39 huruf c, UU TNI yang berlaku saat ini, prajurit TNI dilarang terlibat kegiatan bisnis. Tidak ada rincian yang dimaksud dengan “bisnis,” sehingga warung di rumah pun dapat dikategorikan sebagai kegiatan bisnis meskipun keuntungan yang didapat mungkin tidak seberapa.
Dua puluh satu lembaga yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan menilai pernyataan Kababinkum TNI tersebut merupakan pandangan keliru serta mencerminkan kemunduran upaya reformasi tubuh TNI. Mereka menentang usul mencabut larangan berbisnis bagi TNI.
Ke-21 lembaga yaitu Imparsial, KontraS, Elsam, Centra Initiative, PBHI Nasional, WALHI, YLBHI, Public Virtue, Amnesty International Indonesia, Forum de Facto, LBH Pers, ICW, LBH Masyarakat, HRWG, ICJR, LBH Jakarta, LBH Pos Malang, Setara Institute, AJI Jakarta, AlDP).
Koalisi: Prajurit TNI Dipersiapkan untuk Jadi Prajurit Profesional