CATATAN SEJARAH PERJUANGAN KAPTEN KKO WARIH PRABOWO DAN LETNAN KKO SOETOMO
PEMALANG (MDN) – Agresi Militer Belanda ke-2, 19 Desember 1948 mendapat perlawanan dari pejuang kemerdekaan di seluruh wilayah Republik Indonesia dengan menggunakan tektik gerilya.
Pada saat itu Pasukan Corps Armada (CA) IV Tegal di bawah Pimpinan Kolonel Darwis Djamin sedang- kan Komandan Corps Mariniers (CM) adalah Mayor KKO Agoes Soebekti. Letnan KKO Ali Sadikin (Letjend KKO Purn) saat itu menjabat Perwira Staf III Operasi sekaligus merangkap sebagai Komandan Sektor A.
Pasukan dengan perwira lain diantaranya letnan Soeto- mo, Kapten Warih Prabowo, Letnan Waloejo Soegito (Laksamana TNI Purn.), Letnan Moekijat (Letjend KKO Purn.), Asali, Suwandi, Adam alias Copet dan Palal turut serta melakukan perlawanan peperangan gerilya di daerah Pemalang dan sekitarnya.
Walaupun dengan ke- mampuan terbatas, sebagai bentuk perlawanan, pasukan ini beberapa kali dapat merusak fasilitas fasilitas yang di- gunakan pihak Belanda
Letnan KKO Soetomo adalah perwira intelijen yang ter- gabung dalam Grup A yang sangat disegani dan kerap merepotkan Belanda.
Sebagai pejuang berkarakter keras dan tanpa kompro- mi terhadap Belanda dan antek-anteknya, para penghi- anat perjuangan.
Beliau merupakan pejuang yang diburu oleh Belanda, yang konon katanya memiliki kesamaan nama dengan tokoh Bung Tomo pada peristiwa 10 November 1945 di Surabaya.
Dikarenakan keahliannya dalam melancarkan serangan – serangan secara terbuka, taktik gerilya dan kemampuan intelijennya, Letnan KKO Soetomo dan para pejuang, berhasil menggagalkan beberapa rencana penyergapan yang dilakukan oleh pihak Belanda pada pos-pos pejuang.
Peristiwa naas terjadi tanggal 25 Juni 1949, pukul 04.00 dini hari. Tentara Belanda dengan persenjataan lengkap bergerak menelusuri jalan dari Watukumpul menuju Dukuh Karangpucung melalui Desa Gapura dengan menelusuri jalan setapak di tengah hutan menuju kepancuran Sumur Tatahan.
Hal ini berdasarkan informasi gerilyawan bernama “Bendul” yang tertangkap, dipaksa dan disiksa untuk membuka rahasia tempat markas pejuang gerilyawan.
Tepat pukul 17.00, pada saat para pejuang sedang beristirahat di Pancuran, dengan senyap pasukan Belanda mengintai dan mengepung pejuang yang berada pada areal tersebut.
Sebagai pejuang berkarakter keras dan tanpa kompromi terhadap Belanda dan antek-anteknya, para penghianat perjuangan.
Beliau merupakan pejuang yang diburu oleh Belanda, yang konon katanya memiliki kesamaan nama dengan tokoh Bung Tomo pada peristiwa 10 November 1945 di Surabaya.
Tidak bisa dihindari, karena dalam posisi terdadak dan tidak siap, Letnan KKO Soetomo yang sudah terbidik gugur tertembak oleh juru tembak, dalam hitungan detik rentetan peluru juga memberondong para pejuang tanpa perlawanan yang berarti.
Sambil melempar granat di sekitar lokasi, gerilyawan melalui perintah pimipinan Kapten Ali Sadikin melakukan perlawanan dengan cara mundur untuk menyelamatkan diri.
Terjadi baku tembak dan dentuman suara ledakan granat membahana dilokasi pertempuran yang berujung kapten KKO Warih Prabowo tertangkap.
Dalam kondisi semakin terdesak dan dengan jumlah pasukan pejuang yang tidak berimbang, kapten KKO Ali Sadikin bersama Letnan Waloejo Soegito melompat dari tebing curam meloloskan diri lalu bersembunyi bersama sisa pasukan lainnya yang selamat.
Pasukan Belanda setelah berhasil melakukan penyergapan, kembali dengan melawan kapten KKO Warih Prabowo dalam keadaan tangan terikat menuju markas besar Belanda di Pemalang.
Ditengah perjalanan tepatnya di jembatan Comal, desa Wanarata, kecamatan Bantarbolang, kabupaten Pemalang, Sang Kapten dengan sigap melepaskan diri dengan melompat terjun ke sungai tersebut.
Pihak Belanda melakukan pengejaran dengan berondongan tembakan, namun berhasil lolos. Untuk mengenang peristiwa itu Jembatan Comal diberi nama Jembatan Kapten KKO Warih Prabowo.
Keesokan harinya, jasad Letnan KKO Soetomo dimakamkan oleh masyarakat di samping gubuk tempat persembunyiannya, yang sekarang dibangun Tugu Peringatan untuk mengenang gugurnya Letnan KKO Soetomo.
Atas permintaan pimpinan Belanda kuburan Letnan KKO Soetomo dibongkar untuk diambil/ penggal kepalanya sebagai bukti apa benar ia sudah mati dan memastikan apakah sama persis dengan Bung Tomo, yang dianggap tokoh penggerak perang arek-arek Surabaya.
Makam Letnan KKO Soetomo dibongkar lagi dan jasadnya dimakamkan kembali dari atas bukit ke Dusun Karangpucung.
Beberapa tahun kemudian pada masa Lurah Mubin/ Mubiyanto, Jasad Letnan KKO Soetomo di pindahkan ke Taman Makam Pahlawan Penggarit, Pemalang.
Untuk mengenang jasa para pejuang kemerdekaan, pada tahun 2018 para prajurit Marinir asal Pemalang membangun Tugu Letnan KKO Soetomo.
Pada tahun 2021, Komandan Korps Marinir Mayor Jenderal TNI (Mar) Suhartono memerintahkan untuk merenovasi Tugu Letnan KKO Soetomo.
Catatan sejarah ini dibuat untuk mengenang jasa-jasa perjuangan Pasukan CA IV sebagai cikal bakal TNI AL dan Korps Marinir dalam mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia.
Ditulis kembali : [SIS]